Selamat hari ibu untuk calon istriku


Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum wr. wb.

rainbow 6

Selamat hari ibu untuk calon istriku

[bacalah sambil tersenyum dan mengingat penyairnya]

Aku tahu aku tidak tahu
Bagaimana rupamu

Aku paham aku tidak paham
Seperti apa ideologimu

Aku mengerti kalau aku tidak mengerti
Laju pikiranmu

Aku sadar aku tidak sadar
Betapa jauh dirimu

Tapi,

Aku ini ingin tahu
Apa motif kerudungmu
Topik di rumah hatimu

Aku juga ingin tahu

Apa warnamu
Puisi favoritmu

Novelis pujaanmu
Pahlawanmu

Ah,

…………………….

Tapi sudah
lupakan saja semua itu

…………………….

Dan kalaulah hanya ada 60 detik sisa waktuku untukmu

Sebaiknya engkau menonton ini,
meski tanpa aku di sampingmu (—senyum simpul—)

So, bagaimana senyummu setelah itu?

NB:

Puisi ini kubuat khusus untuk yang sedang naksir sama aku (kalaulah ada). Jadi yang tidak suka mungkin tidak akan bisa menangkapnya dengan baik. I’m sorry. Pujangga juga manusia bukan?

Sekian. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Gambar

Sekilas tentang penulis blog ini

Wim Permana adalah lulusan S1 Ilmu Komputer UGM tahun 2008. Tertarik dengan dunia Web 2.0, SEO, gadget, startup, entrepreneurship, blogging, twitter, dan social network. Saat ini bekerja sebagai paid blogger di blog teknologi. Di luar itu, Wim tetaplah seorang biker dan pujangga yang ingin sekali menulis dan menerbitkan novel yang sudah lama ada di kepalanya. Oh ya, ia juga bisa disebut sebagai the unofficial Indonesia BPMN evangelist.

Penulis: Wim Permana

CPNS Pemkab Gorontalo, Entrepreneur, Blogger, Writer, Blade Rider

19 tanggapan untuk “Selamat hari ibu untuk calon istriku”

  1. Mas, puisinya bagus banget. Pasti ada yang ge-er nih kl ada yg deket sama sampean. Hihihi…Sayang, aku gk bisa liat gambarnya..
    Btw, salam kenal ya.. Just blog walking ajah…

    1. Masyaallah, komen yang menarik nih dari ibu guru saya. Saya minta maaf bu, Saya sebenarnya tahu saya naksir siapa. Tapi saya juga tahu kalau itu bakal mendatangkan “masalah”.

      Jadi ya kalimat itu yang jadi solusinya. Aku bertanya, tapi tidak membuat fatwa….

  2. BABEL–curhat sang anak pada Tuhannya tentang bapaknya

    Aku rindu hari bapak, biar aku bisa protes kenapa bapak begitu!? Katanya pemimpin, kok begitu. Penguasa.
    Katanya pelindung, kok begitu. Murka.
    Katanya pembimbing, kok begitu, Tipu daya.

    Kataku, “Bapak…, kenapa dulu tidak luluskan dulu materi fallah???? malah keburu nikah. Biar keluarga kita Sakinah Mawardah Warahmah.”

Tinggalkan Balasan ke Wim Permana Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.